Sunday, August 19, 2007

ALBUM PITULASAN

REFLESI 17 AGUSTUS 2007.

Yohhh....
Sapa sing pengin ndeleng acara pitulasan ning gumelar,,, He he .. Lumayan seru deh.
Tapi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan tahun ini tidak begitu meriah. terutama acara rutin yang biasa di lakukan yaitu iring iringan ( Karnaval ) juga tidak di adakan. Hal ini sangat berkaitan dengan anggaran yang di butuhkan memang sangat besar. disamping itu ada alasan yang sangat mendasar, karena sebelumnya warga masyarakat kecamtan Gumelar seccara serentak telah mengadakan Pesta Demokrasi, yaitu Pemilihan Kepala Desa. Tapi walaupun Karnaval tidak di adakan, Masyarakat masih tetap Antusias dalam memperingati hari Kemerdekaan tersebut.
Banyak perlombaan di adakan, Pentas seni dan hiburan lainya juga di suguhkan kepada masyarakat.
Di bawah ini kami mencoba meliput baerbagai kegiatan yang berhubungan dengan Peringatan HUT RI yang ke 62, dan menu yang paling menarik yang biasanya di tampilkan setelah Upacara Peringatan adalah LOMBA MENEK JAMBE ( Panjat Pinang )




MULAI PADA MENEK
NJAJAL SERU MBOKAN??




Ini adalah Lomba penekan wit jambe ( panjat pinang ) yang di adakan di desa Gumelar
Rt 04/05 Dukuh Renteng. ada 3 regu yang mengikuti perlombaan ini, masing-masing regu terdiri dari 5 orang.
Dari atas : Sukino sebagi streker, Steven Dedy sebagai balancing tiem, Anggun sebagai Pendorong bokong bin pantat, Hendro, sebagai Steger, dan July sebagai Tumpuan dasar atau pondasi

MBROSSOOOOOOOOTTTTTTTTTTTTTT

MERDEKA !!!!

Hujan Batu di Negeri sendiri…..

Hujan Peluru di Negeri Orang…

( refleksi kemerdekaan Indonesi yang ke 62 )

Beberpa waktu lalu saya sempat ngobrol dengan seorang Ex TKI dari Kuwait. Ada sebuah cerita menarik yang disampaikan. Seperti kebanyakan TKI lainya, keberangkatanya untuk mencari rejeki di Negeri orang adalah dilatarbelakangi kesulitan mencari penghasilan di negeri sendiri. Dengan harapan besar mendapatkan penghasilan yang layak dia memantapkan diri untuk mengadu nasib di negeri orang ( Timur Tengah ). Singkat cerita karena ada dokumen yang tidak lengkap atau ada persoalan administrasi pada ahirnya dia tidak dapat memperoleh pekerjaan sesuai yang dicita-citakan ketika berangkat dari Indonesia.

Dengan adanya persoalan tersebut seharusnya dia dipulangkan ke Indonesia, Namun karena sudah terlanjur berangkat dan telah keluar banyak uang, pada ahirnya pilihan menjadi sulit. Ditengah kebingungan tersebut ada seorang teman ( yang sudah lebih dulu bekerja di sana ) menawarkan pekerjaan tanpa membutuhkan syarat-syarat administrasi yang rumit sebagimana dibutuhkan pada pekerjaan lain di negeri itu. Pekerjaan yang dia tawarkan adalah “ mengantar suplai barang untuk kebutuhan pasukan Sekutu di Irak “. Kebayang ngga ? ( istilah anak gaul sekarang ), kita tahu bagaimana situasi di Irak ? dan parahnya menyuplai barang untuk kebutuhan tentara sekutu yang nota bene di bossi oleh Amerika Serikat ( sebagian orang irak sangat membenci Amerika serikat dan sekutunya ) rumitkan ? atau istilah kerenya seperi buah simalakama. Dimakan ibu mati tidak dimakan ayah mati. Pekerjaan diterima taruhanya nyawa tidak diterima utang menumpuk ( karena untuk biaya berangkat harus ngutang sana – sini ).

Keputusan yang diambil pada ahirnya adalah menerima pekerjaan yang ditawarkan walaupun taruhanya nyawa, dan seperti sudah di duga dari awal baru beberapa minggu menjalani pekerjaan tersebut desingan peluru dan dentuman bom adalah suara yang biasa didengar. Menyupir dengan merunduk sambil memegangi topi baja untuk menghindari peluru adalah hal yang biasa dilakukan. Ratusan Kilo jalan yang di tempuh dai Kuwait ke Irak memang banyak titik titk rawan yang di jadikan tempat bagi pemberontak Irak untuk menyerang suplai kebutuhan bagi pasukankan Amerika dan konco-konconya. Sebetulnya pengiriman suplai selalu di kawal oleh pasukan sekutu namun tetap ada beberapa rekan teruka atau bahkan tewas ( walaupun bukan dari Indonesia ) dalam misi tersebut.

Beberapa tahun yang lalu saya juga sempat diceritai oleh seorang Ex TKI dari Korea selatan. Di cerita bahwa pada saat perjalanan pulang ke Indonesia di pesawat dia menangis sedih , dia takut pulang ke Indonesia yang nota bene adalah tanah tumpah darahnya. Sebuah Ironi... Seorang anak bangsa yang telah merantau bertahun-tahun di negeri orang yang seharusnya bahagia ketika pulang ke Indonesia untuk melepas kerinduan yang telah dipendam tapi malah sebaliknya.

Dia sedih karena membayangkan bagaimana situasi di bandara ketika turun dari pesawat, informasi dari banyak pihak yang diterima adalah adanya ketidaknyamanan yang harus dia terima ketika di bandara. Preman baik yang terkoordinir maupun tidak, bisa saja sewaktu-waktu memeras dengan berbagai macam dalih,. Belum lagi persoalan yang lebih penting, apa yang akan di lakukan di Indonesia ketika untuk mencari penghasilanpun sulit, sementara untuk melakukan usaha ( dengan modal yang dia dapatkan di luar negeri ) sendiri juga tidak bisa. Mungkin dia masih bisa menjadi TKI lagi dengan bekerja kembali di Luar negeri, tapi dia sudah pesimis , dia membayangkan betapa tingginya biaya yang harus dia keluarkan untuk dapat berangkat lagi ke Luar negeri, belum kalo ada calo atau PJTKI nakal yang bisa saja membawa kabur duit yang seharusnya buat biaya pemberangkatan. Dengan alasan seperti itu dalam hati saya bekesimpulan : Pantas dia Sedih…

Selain dua cerita diatas masih ada sebuah cerita lagi yang ingin saya tulis berikut ini. Cerita ini diawali dengan adanya penolakan dari pihak Malaysia terhadap calon TKI dari Indonesia ( beberapa dari Gumelar ) yang sudah sampai di perbatasan Indonesia - Malaysia ( nama tempat saya lupa ) dikarenakan tidak bertanggung jawabnya agen yang menangani mereka. Dengan kondisi seperti itu memang sudah tidak mungkin bisa masuk ke Malaysia sehingga mau tidak mau mereka harus pulang ke daerah asal masing-masing. Kebanyakan dari mereka hanya membawa bekal yang hanya cukup untuk makan dan minum selama di perjalanan perjalanan berangkat sehingga ketika harus pulang mereka tidak memiliki biaya yang mencukupi. Setelah melalui proses negoisasi yang alot ahirnya ada pemilik kapal yang mau mengantar mereka walaupun hanya sampai di Batam . Banyak dari mereka yang menjual apa saja yang dimiliki termasuk pakaian untuk menutupi ongkos . Ketika dalam perjalanan pulang ternyata kapal tidak menuju tempat sebagaimana mereka tuju hal ini diketahui setelah turun dari perahu bukan pelabuhan Batam yang mereka jumpai, tapi sebuah pulau yang mereka sendiri tidak tahu menahu nama dan lokasinya. Di pulau tersebut sudah menunggu beberapa orang , dari tampang dan sorot matanya sudah tidak bersahabat. Dari tempat diturunkan mereka dibawa beberapa kilo memasuki kawasan hutan dipulau tersebut. Ternyata mereka ditempatkan pada sebuah lokasi penebangan ditengah hutan. Awalanya mereka bingung karena berdasarkan kesepakatan mereka seharusnya di antar ke Pelabuhan Batam dan kemudian dengan perjalanan darat meneruskan perjalanan pulang ke tempat asal masing-masing, namun sekarang ternyata mereka berada di sebuah lokasi penebangan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Setelah sekian waktu ahirnya mereka sadar, ternyata mereka di jual oleh nahkoda kapal kepada sebuah perusahaan penebangan untuk di pekerjakan sebagai tenaga tebang dan langsir ( memindahkan ) kayu milik perusahaan tersebut.

Sebetulnya mereka merasa sedikit beruntung, karena setelah mereka ditolak bekerja di Malaysia ternyata ada pekerjaan lain sebagai pengganti. Namun hal tersebut hanya keberuntungan sesaat, setelah ahir bulan pada saat mereka menerima pembayaran upah banyak potongan ini itu yang sangat dibuat-buat sehingga gaji mereka hanya tersisa Rp. 100,- - 200,- (seratus – duaratus perak ) bahkan ada yang minus karena ada hari dimana mereka tidak bekerja karena sakit. Mereka baru menyadari kalao ternyata mereka telah dijadikan budak dan diperjual belikan untuk bekerja tanpa dibayar. ( cerita ini akan dilanjutkan lain kali, soalnya panjang )

beberapa cerita di atas hanyalah sebagian cerita bagaimana para Pahlawan-pahlawan Devisa Indonesia harus mempertaruhkan nyawa demi memperoleh kehidupan yang lebih baik, Ratusan bahkan ribuan cerita lain masih banyak kita temui, mungkin bukan desingan peluru seperti cerita di atas, tapi panasnya setrika, kepalan tangan, cacian, hinaan , pelecehan sexsual, gaji yang tidak dibayar dan lain sebaginya rasanya tidak lebih baik dari panasnya peluru. Masih merdekakah kah kita ?

Kesulitan mencarai penghasilan, biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal, barang-barang yang selalu naik, pengangguran yang semakin bertambah serasa bagai hujan batu di negeri sendiri, dengan harapan dapat penghasilan yang memadai ( hujan duit di negeri orang ) mereka memberanikan diri bekerja di Luar Negeri , namun hujan peluru, cacian, kesewenang-wenangan di negeri orang yang didapat. Lagi-lagi kita selalu dihadapkan pada pilihan sulit.

Memang tidak semua cerita TKI berahir dengan menyedihkan, bahkan menurut saya jumlah TKI yang berhasil lebih banyak dari yang gagal. Namun yang menjadi keperihatinan kita bersama adalah kekerasan dan kesewenang-wenangan terhadap TKI dari tahun ke tahun terus meningkat sementara perlindungan pemerintah terhadap TKI sampai hari ini masih sangat tidak memadai. Semoga hal ini segera ada solusi atau jalan keluar untuk mengatasinya. Sehingga nantinya kita bersama bisa benar-benar merasa merdeka !!!!